Selamat Tahun Baru Imlek 2564

Berbagi kasih tanpa pamrih

Kurikulum Baru 2013

SMA tidak ada lagi penjurusan.

Penerimaa Peserta Didik Baru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi

Informasi penerimaan peserta didik baru TK/SD/SMP/SMK/SMA Cinta Kasih Tzu Chi Tahun Pelajaran 2013/2014.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 18 Desember 2012

Sahabat

Sahabat
Oleh : Marshela Oiik


Sepatah kata penuh makna
Merintis hati dalam puisi
Terpendam rindu dalam kalbu
Menanam waktu tuk bertemu
Sahabatku selalu kurindu
Bahagiaku bersamamu

Saat jauh darimu
Terlintas tanya dalam anganku
Benarkah di benakmu
Hanyalah cinta kita bertahta
Akankah ini selamanya

Telah kuberi segalanya
Cinta yang takkan terlupa
Hanya tercipta untukmu
Mestinya semua ini
Menjadi awal yang indah

Peluk kasih di kesunyian hati
Hangatnya cinta penuh sayang
Kelip bintang dalam benderang malam
Hilangnya sepi meninggalkan diri
Memory indah non selalu menemani

Sahabat betapa rindu padamu tiap waktu
Suka duka selalu bersamamu
Tak terhingga kerinduanku dalam dari

Sahabat ...
Kesetiaan mu tiada batas
Seperti matahari yang setia pada siang
Seperti bulan yang setia pada malam
Terimakasih sahabat.

Keluarga

Keluarga
Oleh : Dewi Karlina

Dimanapun ku berada
Engkau slalu membimbingku
Disetiap ku melangkah
Engkau slalu mendidiku

Disetiap canda dan tawa
Tkan pernah ku lupakan
Kenang-kenangan yang indah
Selalu tersimpan di memoriku

Disetiap harapanku yang pupus
.
Keluarga memberiku harapan yang baru
Hingga semangatku kembali lagi
Membangun setiap harapan-harapan yang akan datang

Terimakasih untuk keluargaku, takkan ku lupakan cinta kasihmu
Aku mengucap syukur karena Tuhan tlah mengaruniakan keluarga seperti kalian

Sabtu, 15 Desember 2012

Keluarga ini bisa lama bertahan hidup tanpa plastik


JadiBerita: Bisakah Anda membayangkan hidup tanpa plastik? Itu berarti tidak ada komputer, tidak ada ponsel, dan beberapa barang lain yang menjadi kebutuhan dasar kita. Memang kedengarannya mustahil di zaman seperti sekarang ini, tapi ada sebuah keluarga di Austria yang mampu melakukannya. Sandra Krautwaschl, yang tinggal di desa dekat Graz, Austria, baru-baru ini menulis sebuah buku yang berjudul “Plastickfrei Zone” (Zona Bebas Plastik) yang menceritakan kehidupan dirinya dan keluarganya tanpa adanya plastik.
                         
odditycentral.com
Semua berawal pada tahun 2009, saat Sandra dan keluarganya sedang berlibur ke Kroasia. Saat itu Sandra terkejut mendengar ketiga anaknya terus menanyakan dari mana asal sampah yang ada di pantai tempat mereka berlibur. Hal ini membuat Sandra berpikir lebih dalam tentang bagaimana plastik bisa berpengaruh pada lingkungan. Meskipun proses daur ulang bekerja dengan baik di Austria, namun proses itu tidak sebaik di negara lain. Proses daur ulang di Austria justru akan mencemari lingkungan akibat limbah yang dibuang oleh proses daur ulang tersebut. Kemudian wanita yang berprofesi sebagai ahli terapi fisik berumur 40 tahun itu menyadari selama kita masih menggunakan produk plastik, maka kita turut serta dalam merusak lingkungan. Beberapa saat setelah kembali dari Kroasia, Sandra menonton film documenter berjudul “Plastic Planet” dan mengetahui kalau plastik itu merupakan racun bagi bumi kita.


Sandra Krautwaschl
Menurut film itu, yang dibuat oleh seorang pembuat film Austria bernama Werner Boote, plastik membutuhkan waktu selama ratusan tahun untuk dapat hancur sepenuhnya. Sedangkan manusia memproduksi plastik lebih dari 240 juta ton tiap tahunnya dan membuat pencemaran lingkungan serta meracuni diri kita sendiri. Sandra juga mengetahui kalau plastik berasal dari bahan petroleum, sebuah sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui yang juga dapat mempengaruhi lingkungan. Sandra berpikir kalau dia tidak bisa hidup terus seperti ini.

Kemudian Sandra sekeluarga pun memutuskan untuk hidup tanpa menggunakan produk plastik. Langkah awal mereka adalah mengumpulkan dan membuang semua plastik yang berada di rumahnya di daerah Eisbach. Sampul depan dari buku yang ditulis Sandra merupakan keluarga Sandra bersama dengan seluruh produk plastik yang dikumpulkan di rumahnya (gambar pertama). Setelah menyingkirkan plastik dari rumahnya, Sandra pun mulai melakukan cara alternatif untuk bisa menggantikan plastik di rumahnya, seperti mengganti sikat gigi dengan sikat gigi kayu, menggunakan kaleng susu logam, dan tempat makan dari kertas atau kaca. Sandra sekeluarga mengaku kalau ini sulit dilakukan pada awalnya, namun ini memiliki efek positif. Salah satunya adalah mereka bisa menghemat uang untuk belanja.

Sikat gigi dari kayu
Yang paling sulit adalah bagaimana cara mengganti tisu toilet yang digulung dengan plastik. Setelah tidak cocok dengan kertas koran dan daun-daunan, mereka menemukan solusinya dengan menggunakan handuk daur ulang, seperti yang ada di hotel atau restoran.

Meskipun mereka bertekad untuk hidup tanpa adanya plastik, namun pada kenyataannya terdapat juga plastik dalam logam atau kaca dalam rumah mereka. Mereka menyadari kalau mereka tidak bisa hidup tanpa plastik, sehingga satu-satunya cara adalah meminimalisir penggunaan bahan yang terbuat dari plastik.

Setelah menjalani itu semua, keluarga Sandra terbukti bisa hidup dengan tidak bergantung sepenuhnya pada bahan plastik. Sandra pun yakin, jika semua orang berpikir seperti dirinya, mereka akan bisa membuat perubahan dalam hidupnya.(Odditycentral/rei)

sumber: jadiberita.com

Jumat, 14 Desember 2012

Polisi Cilik SD Cinta Kasih Tzu Chi

Rabu, 12 Desember 2012

Kurikulum Baru 2013, SMA tidak ada Penjurusan


TEMPO.CO, Jakarta - Kurikulum baru 2013 turut mengubah sistem pendidikan untuk setingkat sekolah menengah atas. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh, pelajar SMA tidak lagi dibingungkan dengan adanya penjurusan eksakta, sosial, maupun bahasa. "Anak-anak akan dibebaskan memilih pelajaran yang disukai," kata Nuh ketika ditemui di kantornya, Kamis, 6 Desember 2012.

Menurut Nuh, pendidikan di sekolah lebih baik tidak ada spesialisasi. Alasannya, fakta di lapangan untuk mencari kerja atau meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya tidak ada syarat berasal dari lulusan IPA, IPS, maupun bahasa. "Anak IPS bisa masuk teknik, anak IPA bisa masuk ekonomi, asal lulus ujian masuk," kata Nuh.

Penjurusan, menurut Nuh, kadang menimbulkan bentuk diskriminasi. Ia menuturkan ada stigma khusus untuk jurusan tertentu yang menimbulkan kemudahan atau hambatan bagi jurusan lain. Misalnya, untuk anak lulusan IPA dianggap lebih pintar dan bisa masuk ke semua jurusan, sedangkan IPS dan Bahasa dianggap tidak mampu.

Dengan kurikulum baru ini, Nuh yakin tidak khawatir ada mata pelajaran yang kosong karena pelajar bisa memilih sesuai yang diminati. "Banyak siswa yang ambil mata pelajaran x, tapi sedikit yang ambil mata pelajaran y, itu terserah," kata Nuh. Namun, ia tetap meyakinkan ada mata pelajaran wajib yang masih harus diambil setiap pelajar SMA dan sederajat.

Kurikulum baru akan mulai diperlakukan tahun ajaran baru 2013/2014. Beberapa mata pelajaran dilebur dengan yang lain, dibuat lebih integrasi dan holistik. Untuk mata pelajaran SD yang semula 10 menjadi 6, sedangkan SMP dari 12 menjadi 10. DI lain pihak, pelajar SMA dibebaskan memilih pelajaran yang disukai. Metode pengajaran dibuat untuk merangsang keaktifan siswa. Diharapkan kurikulum pendidikan baru ini dapat menjawab tantangan zaman.

sumber : tempo.co

Senin, 10 Desember 2012

Keindahan Alam

Keindahan Alam

Oleh : Yosua Christian

Alam ...
Betapa indahnya engkau,
Laut yang berombak,
Awan yang biru,

Udara segar bertiup kencang,

Sungguh indahnya dirimu,
Takkan pernah ada yang bisa menggantikan dirimu,
Kicauan burung di pagi hari,
Suara jangkrik di malam hari,

Alam ...
Keindahanmu tiada tara,
Keindahan asli yang diciptakan oleh Tuhan,
Membuat hatiku tenang setiap melihatmu.

Minggu, 09 Desember 2012

Rusun Buddha Tzu Chi Bisa Jadi Model Jokowi

Oleh : Windoro Adi

KOMPAS.com — Apa jadinya Jakarta tanpa kehadiran para pedagang sayur, buah, dan bumbu, para sopir, pemilik warung Tegal, atau para pengasong nasi pecel? Apa jadinya Jakarta tanpa para pemulung, pembantu rumah tangga, penggali tanah, petugas kebersihan, kuli panggul di pasar-pasar, atau para pekerja dan pemodal informal lainnya? Indeks biaya hidup Jakarta bakal tak terjangkau lagi oleh kalangan kelas menengah. Hal ini akhirnya berimbas pada kalangan atas juga.

Bayangkan bila semua barang dan jasa harus dibeli di mal-mal, rumah-rumah makan, atau kantor-kantor biro jasa. Biaya produksi bakal membengkak. Membiarkan masyarakat kelas bawah kian rapuh sama saja dengan membiarkan kalangan kelas menengah ikut rapuh. Dan itu artinya, membuat kalangan atas pun rapuh.

Dengan asumsi seperti itulah, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama, mengawali pembenahan Jakarta dengan menertibkan dan memberdayakan "kaum informal" (kalangan kelas bawah yang umumnya bekerja di sektor informal). Fokus mereka, meremajakan dan membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa), penertiban dan pemberdayaan pedagang kakilima, serta kombinasi di antara keduanya—membangun pasar berusunawa.

Meski demikian, ada batas pertumbuhan yang bakal sampai pada piramida sosial dan ekonomi ideal. Setelah itu, tak ada cara lain selain menggalakkan kembali kegiatan transmigrasi sampai ketimpangan ekonomi pusat dan daerah, berakhir.

Tak berpenghuni

Pengalaman tiga tahun terakhir sejak 2007 menunjukkan, pembangunan rusunawa dinilai lebih tepat ketimbang pembangunan rumah susun sederhana hak milik (rusunami) bagi kaum informal. Bagi mereka, biaya sewa rusunawa Rp 60.000-Rp 160.000 per bulan lebih terjangkau ketimbang mengangsur rusunami yang harga per unitnya kini sudah mencapai Rp 145 juta.

Langkah peremajaan diawali dengan kunjungan Joko Widodo ke Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara (Jakut), Rabu (24/10/2012) lalu. Tampak sejumlah fasilitas rusunawa rusak. Tak ada yang bertanggung jawab siapa yang memelihara dan mengamankan rusunawa tersebut. Sebab, kata Kepala Unit Pengelola Teknis Rusunawa Jakut Kusnindar, rusunawa yang dibangun pemerintah pusat belum diserahkan pengelolaannya ke Pemprov DKI.

Hal serupa terjadi di rusunawa Karyawan Dinas Kebersihan di RT 005 dan RW 05, Cengkareng Barat, Jakarta Barat (Jakbar). Sejak rusunawa ini didirikan tahun 2006, bangunan yang terdiri dari 200 unit hunian ini belum dihuni meski sudah dua kali diperbaiki. Kali ini alasannya, salah urus Pemprov.

Di Jakut dan Jakarta Timur, 2.430 unit rusunawa belum dihuni. Di Jakut, 1.080 unit di rusunawa Marunda, 600 unit di rusunawa Jalan Komarudin, dan 400 unit di Jalan Pinus Elok. Di Jaktim, 150 unit di rusunawa Cakung Barat, dan 200 unit di rusunawa Cipinang Besar Selatan.

Menurut Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Novizal, jumlah rusunawa yang belum dihuni di seluruh Jakarta mencapai 4.180 unit atau sekitar sepertiga dari seluruh rusunawa yang ada di Jakarta.

Sementara itu, dua pertiga rusunawa di Jakarta yang berpenghuni justru minim pemeliharaan. Rusunawa di Tambora dan rusunawa Bulak Wadon di Cengkareng, Jakbar, misalnya. Pipa-pipa air kotor yang sudah sebagian rusak merembes ke dinding, menimbulkan bau tak sedap.

Ideal

Karut-marut pengelolaan rusunawa oleh Pemprov DKI sebenarnya tak perlu terjadi jika Pemprov DKI sejak awal membangun mau konsisten mencontoh kehadiran rusunawa Buddha Tzu Chi di RW 17 Cengkareng Timur, Cengkareng, Jakbar. Rusunawa ini mulai dihuni 5 Juli 2003, sementara sebagian besar rusunawa di Jakarta dibangun tahun 2005.

Rusunawa Buddha Tzu Chi memiliki 55 blok yang masing-masing berlantai lima. Setiap lantai memiliki empat unit berukuran masing-masing 6 meer x 6 meter yang terdiri dari dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang keluarga, dapur, dan ruang cuci. Jumlah seluruh unit, 1.100.

Sebanyak 150 unit di antaranya digunakan untuk mes, kios, gudang, dapur operasional, tempat tinggal pengelola, dokter, karyawan rumah sakit dan guru yang bekerja di sekolah dan rumah sakit Budha Tzu Chi yang masih berada di kompleks rusunawa ini. Kompleks bangunan ini juga dilengkapi pemulasaraan jenazah, mushola, lapangan sepak bola, futsal, basket, voli, badminton, dan tenis meja.

Rusunawa yang dibangun di atas lahan 5,1 hektar ini menghabiskan dana 8,5 juta dollar AS atau Rp 70 miliar dengan penyandang dana, Nyonya Liu Su Mei, Sugianto Kusuma atau A Guan, dan Franky Ongko Widjaja.

Sudiyono dari bagian humas rusunawa Buddha Tzu Xhi menjelaskan, penghuni pertama rusunawa ini adalah warga DKI yang tergusur dari bantaran Kali Angke. Total yang dipindahkan 850 kepala keluarga (KK).

"Sebelum dipindahkan ke rusunawa, setiap KK mendapat uang saku Rp 500.000 untuk hidup selama setahun di 'pengungsian'. Jumlah penghuni saat ini ada 3.500 jiwa dari 692 KK. Penghuni susulan yang masuk ke rusunawa ini adalah warga DKI yang telah mendapat rekomendasi dari lurah dan camat, menyangkut batas tingkat kesejahteraan mereka yang boleh menghuni rusunawa ini," tutur Sudiyono yang ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Jujur, tertib

Ia menjelaskan, pengelola sangat mengutamakan kejujuran, ketertiban, dan disiplin para penghuni. "Yang tertangkap mengalihkan rusunawa pada pihak lain, atau tersangkut kejahatan, angkat kaki dari rusunawa," ujar Sudiyono.

Untuk masalah ketertiban dan disiplin penghuni, pengelola mengandalkan pendampingan ratusan relawan Buddha Tzu Chi. Para relawan inilah yang mengawasi, menegur, serta membimbing para penghuni yang melanggar tata tertib rusunawa. "Kami menempel selebaran tata tertib di setiap pintu unit rusunawa para penghuni," ujar Sudiyono.

Setelah perilaku hidup tertib dan bersih para penghuni terbentuk, jumlah relawan pendamping secara bertahap dikurangi. "Sekarang jumlah pengelola rusunawa ini hanya sembilan orang. Kami tidak kerepotan lagi mengontrol ketertiban dan kebersihan rusunawa ini karena masing-masing penghuni sudah sadar pentingnya ketertiban dan kebersihan rusunawa ini," jelas Sudiyono.

Setiap bulan, lanjutnya, yayasan memberi subsidi pengelolaan sebesar Rp 100 juta. Dengan demikian, para penghuni hanya ditarik sewa Rp 70.000-Rp 90.000 per bulan. "Kami menyebutnya bukan sewa, tetapi iuran pengelolaan lingkungan," kata Sudiyono.

Ia menjelaskan, untuk memberdayakan para penghuni, pengelola mengadakan kegiatan jahit menjahit, membuat kue, belajar komputer, serta kejar Paket C. Sayang, kegiatan ini hanya berjalan dua tahun karena terbatasnya dana subsidi dari yayasan. Meski demikian, para pengurus lingkungan rusunawa melanjutkan kegiatan pemberdayaan ini secara mandiri.

Tahun 2003, lewat divisi hasta karya rusunawa, diadakan tawaran kerja bekerjasama dengan perusahaan lain. Lagi-lagi hanya bertahan beberapa tahun saja. "Tapi setidaknya kami pernah melakukan dan menjadi inspirasi para pengurus lingkungan melanjutkan kegiatan ini," ucap Sudiyono.

Kini, sejumlah penghuni bisa hidup layak dari jasa mencuci, menyeterika, serta penitipan anak. Sebagian lain membuka warung di ruang terbuka kompleks rusunawa.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com

Sabtu, 08 Desember 2012

Tzu Chi Logo

Simultaneous bearing the lotus and flower, the Tzu Chi logo symbolizes that we can make the world a better place by planting good seeds. Only with these seeds can the flowers bloom and bear fruit. A better society can be created with good action and pure thoughys.

Ship : Tzu Chi steers a ship of compassion to save all beings that suffer
Eight Petals: The petals represent the Noble Eight Fold Path in Buddhism that Tzu Chi members use their guide.

The Noble Eight Paths:


1. Right View5. Right Livelihood
2. Right Thought6. Right Effort
3. Right Speech7. Right Mindfulness
4. Right Behavior8. Right Concentration

Materi referensi : tzuchi.org

Rabu, 05 Desember 2012

Sistem Pendidikan Budi Pekerti

Mengintip negara Singapura, negara di Asia Tenggara yg paling beretika dan makmur.

Berikut pandangan dan petikan komentar dari salah seorang Cendikia yg mendirikan sekolah di Singapura.

Saya belajar dari sebuah negara dengan sistem pendidikan yg di akui oleh dunia Internasional sebagai sistem pendidikan terbaik di seluruh dunia; berikut bebarapa hal yg saya pahami;

Sistem pendidikan di Finlandia tidak terpusat pada Pemerintah, setiap sekolah memiliki kebebasan untuk membuat dan mengembangkan kurikulumnya sendiri. Tidak menerapkan sistem rangking dan standar pencapaian minimal secara Nasional dan angka-angka, melainkan menetapkan standar etika prilaku moral secara nasional.

Karena kelemahan terbesar dari Sistem Kurikulum Terpusat adalah apa bila satu pihak atau Pusat membuat kesalahan yg tidak disadarinya maka semua sekolah akan ikut berbuat salah dan akibatnya seluruh bangsa akan menderita.

Selain itu juga sistem terpusat seringkali tidak mempertimbangkan berbagaimacam kendala, potensi dan keunggulan budaya, kebiasaan, fasilitas dan hal2 yg bersifat terbatas bagi daerah masing-masing.

Sementara dengan sistem yg tidak terpusat masing2 sekolah bebas mengembangkan kurikulum sesuai kekuatan dan potensi daerahnya masing2. Setiap sekolah dengan cepat bisa menyesuaikan dan membuat2 perubahan yg dibutuhkan bagi daerahnya.

Dengan kebebasan tersebut setiap sekolah bisa bebas mencoba ide2 kreatif mereka masing2 tanpa harus dipusingkan dengan masalah Syarat Standar Minimal Pencaian Nasional, Ujian dan sistem akreditasi dan rangking sekolah.

Tiap lulusannya akan langsung berhadapan dan di uji oleh masyarakat, pasar dan lingkungannya, jika hasilnya bagus segera akan di serap pasar namun sebaliknya jika tidak maka sekolah tersebut akan di tinggalkan masyarakat.

Justru yg menarik adalah dengan menetapkan standar minimal etika prilaku secara Nasional telah menghasilkan siswa2 dengan prilaku etika yg terstandardisasi di seluruh negeri sebagai landasan kuat bagi membangun bangsanya.

Sayang sekali kebanyakan kita yg masih berwawasan sempit dan kuno masih mengagung2kan sistem pendidikan Amerika, Lulusan Harvard. Yang hanya mengedepankan prestasi angka-angka pencapaian semata. Padahal Para Ekonom Lulusan Harvad itu pula yg telah berulang kali terbukti gagal memprediksi dan memperbaiki krisis ekonomi yg menjadi penyebab malapetaka global. Semua malapetaka ini mungkin tidak akan terjadi jika kita semua memiliki etika prilaku moral yg baik dan terstandardisasi.

Syed Abdul Rahman Alsagoff
Pendiri Arabic School in Singapore

Sumber; Channel News Asia , 6 Mei 2009

Lalu bagaimana dengan Indonesia ?

Kita telah melupakan dan meninggalkan SISTEM PENDIDIKAN YG BERBASIS PADA BUDI PEKERTI yg telah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hadjar Dewantara.

Dengan menghapuskan Pendidikan Budi Pekerti dari kurikulum nasional dan menggantinya dengan sistem Standar Kecukupan Nilai Minimal Kurikulum, yg pada akhrinya membuat bangsa ini semakin terpuruk dari hari ke hari karena prilaku para pemimpinnya yang korup.

Mari kita renungkan kembali...?

cc. Komunitas AYAH EDY

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More